Thursday, 17 May 2012

SHADOW


Aku baru saja membaca novel Harry Potter-nya J.K Rowling.
 Bagian dimana Ron weasley berdiri di depan Cermin Tasrah yang akan memperlihatkan pantulan hasrat terdalam seseorang yang bercermin padanya.
Ron melihat dirinya memakai lencana prefek, menjadi ketua murid, menjadi kapten Quidditch,  dan semua hal yang selama ini ternyata diimpikannya. Menjadi seorang terkenal dan populer.
Well, aku membacanya sambil berpikir sejenak. Jangan salahkan Ron jika ia ingin terkenal. Temannya adalah Harry Potter yang terkenal di sekolah dan dunia sihir. Dengan saudara-saudaranya yang sukses diberbagai bidang, Ron pasti merasa ciut.

 
Bayangkan, ketika Ron lewat bersama Harry di hadapan segerombolan anak, yang dilihat pasti Harry. Padahal Ron ada di dekat Harry. Tapi tak ada yang mau repot-repot menunjuk- nunjuk Ron ketika berpapasan dengannya. Ron memang kecipratan popular-nya Harry, tapi semua kepopuleran itu karena dia berteman dengan Harry, bukan karena dia memenangkan sebuah perlombaan dan berprestasi  atau semacamnya.
Belum lagi dia bersanding dengan Hermione Granger, sahabatnya dan sahabat Harry yang sangat pintar dalam berbagai pelajaran.
Tak heran, di buku keempat berjudul Harry Potter And The Goblet of Fire, ketika Harry terpilih menjadi salah satu peserta turnamen Triwizard yang tersohor padahal usia Harry belum cukup umur, Ron marah. Lebih tepatnya iri. Atau lebih tepatnya getir.

Ya. Getir. Kegetiran takkan lepas dari iri.
Barangkali, ini adalah bagian tersulit dalam sebuah pertemanan.
Ketika sahabatmu sedang bercahaya, kau tentu tak boleh iri dengan kesuksesannya. Kegetiran itu pasti ada, mengingat kita sama-sama makan nasi dan berjuang bersama-sama. Tapi terimalah kenyataan bahwa dia memang lebih baik darimu. Dan daripada iri atas keberhasilannya, lebih baik ikut senang dan merayakan keberhasilannya. Memang susah, harus mengalahkan keegoisan.
Itulah yang dilakukan Ron pada akhirnya. Ikut merayakan keberhasilan Harry, tertawa bersama Harry. Tak hanya itu, Ron juga membantu Harry menyelesaikan masalahnya. Jadi, jangan pandang tokoh Ron dengan sebelah mata, karena tanpa Ron, Harry Potter takkan hidup. 

Sebagaimana benda bercahaya, pasti mempunyai bayangan.
Ron adalah bayangan, Harry adalah benda bercahaya-nya.

Apakah bayangan akan jadi bayangan selamanya? Tidak tau.




When the shadow said, “I wanna be a light,”
The others asked, “is it possible?”

And I  think the answer is “yes” because wiseman said   there’s nothing impossible in this world
But I don’t really know.  It seems so impossible. 
Can someone tell me the answer?  And please give me the reason , too.
Arigatou~ :)

No comments:

Post a Comment